pokoknya menulis "perjuangan dalam menulis"
Cirebon, 21 maret 2015
POKOKNYA MENULIS:
PERJUANGAN DALAM MENULIS
Oleh:
Dedi Supriyadi
Kelas:
PBI-C/2
Mukadimah
Pada
chapter review perdana kali ini saya
akan mengulas kembali buku yang berjudul “Pokoknya Menulis” karya A. Chaedar
Alwasilah dan Senny Suzanna Alwasilah. Saya mempunyai tiga konsep besar dalam
buku ini yaitu: collaborative
writing, membaca kritis dan plagiarisme. Modal dasar untuk
menjadi seorang penulis adalah kemauan yang tinggi. Bukan hanya sekedar
menyerap teori, tapi juga harus dilatih dalam praktek menulis. Salah satunya
adalah menulis pengalaman sehari-hari di buku harian. Menulis menggunakan
pengalaman mempunyai kelebihan tersendiri, karena pengalaman merupakan guru
terbaik yang mampu memberikan motivasi lebih sehingga bisa memberikan makna di
dalam setiap tulisan.
Ada
enam poin yang akan saya uraikan dalam chapter
review perdana kali ini yaitu: tentang philosophy collaborative writing, techniques
collaborative writing, stages collaborative writing, text types,
degress of involvement of the reviewer
dan evaluation (fomative vs summative).
§ Philosophy collaborative writing
Teknik
kolaborasi menjadi salah satu cara dalam menghasilkan tulisan yang berkualitas.
Melihat keadaan di masa sekarang dimana Indonesia masih jauh tertinggal dalam
proses produksi karya tulis. Perlu ada perbaikan dalam pendidikan menulis di
Indonesia. Lihat saja para guru atau dosen di Indonesia masih banyak yang tidak
mempunyai karya tulis yang baik.
Menurut Alwasilah (2000), collaborative writing ini memiliki sejumlah kelebihan sebagai
berikut: (a) menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain
dan meningkatkan kemampuan memformulasi dan menyatakan gagasan; (b) menanamkan
sikap akan menulis sebagai suatu proses karena kerja kelompok menekankan
revisi, memungkinkan mahasiswa yang agak lemah mengenal tulisan karya sejawat
yang lebih kuat; (c) mendorong mahasiswa saling belajar dalam kerja kelompok,
dan menyajikan suasana kerja yang akan mereka alami dalam dunia profesional di
masa mendatang; dan (d) membiasakan koreksi diri dan menulis draf secara
berulang, dimana mahasiswa sebagai penulis menjadi pembacanya yang paling
setia.
Di samping kelebihan-kelebihan di atas, strategi
collaborative writing ada beberapa
kekurangan, dan yang terutama adalah (1) sulitnya mendapatkan sejawat yang
dapat bekerja sama, (2) dalam kerja kelompok seringkali didapat terlalu banyak
alternatif atau saran perbaikan yang membingungkan dan (3) menyita banyak waktu
dosen dan mahasiswa (Alwasilah, 2000).
Ken
Hyland (2009:80) dalam bukunya “Teaching and Researching Writing” berpendapat
bahwa writing is collaborative.
Artinya dalam aktivitas menulis seorang penulis tidak bisa menilai sendiri
tulisanya bagus atau tidak, tapi penulis harus melakukan teknik kolaborasi agar
mengetahui apa kekurangan dan apa saja yang harus ditambahkan dalam tulisannya.
Umpan balik (feedback) yang diperoleh saat berkolaborasi sangat membantu
peserta didik dalam menghasilkan karya tulis yang baik. Oleh
karena itu harus ada teknik dan tahapan yang harus dibenahi dalam pendidikan
menulis di Indonesia ini.
§ Techniques collaborative writing
Teknik
kolaborasi dalam menulis menjadi salah satu cara yang ampuh untuk meningkatkan
keterampilan menulis. Dalam teknik ini butuh seorang kolaborator dalam kolaborasi
yang berfungsi untuk mengoreksi ejaan, gramatikal, tanda baca, gaya tulisan dan
sebagainya. Dalam proses ini peserta didik tidak hanya menjadi seorang penulis,
tetapi proses ini juga melibatkan seorang penulis untuk menjadi pembaca kritis.
Menurut
Burns (1996:278) membaca kritis adalah mengevaluasi materi tertulis, yakni
membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang diketahui
dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, dan kesesuaian. Dalam hal ini
pembaca kritis harus bisa menjadi pembaca yang aktif, bertanya, meneliti
fakta-fakta, dan menggantungkan penilaian sampai ia mempertimbangkan materi.
Membaca
berarti menerima informasi dan menyerapnya dalam pikiran. Dengan membaca banyak pengetahuan dan informasi yang
didapat. Informasi itu harus dikembangkan dengan kritis. Sebab membaca kritis
membuat segala informasi dan pengetahuan menjadi lebih baik. Untuk melakukan
teknik (techniques) membaca kritis menurut Pak Chaedar dalam buku “Pokoknya
Menulis” (2005:16) pembaca haruslah melakukan hal-hal dibawah ini:
• Bacalah dengan cepat
• Baca sekali lagi dengan lebih seksama
• Gunakan stabilo, pulpen, atau pensil untuk
menandai bagian yang menarik
• Mengomentari margin kiri atau kanan
• Memberi komentar atau pujian
• Mengomentari sebagai refleksi pribadi
Membaca
kritis merupakan bentuk partisipasi pembaca dalam bacaan. Dengan teknik seperti
ini kemungkinan besar para pembaca dapat menyerap banyak informasi dan
pengetahuan dari bacaan menjadi lebih besar. Karena dalam prosesnya pembaca
secara tidak langsung sudah mampu memahami isi dan makna dari sebuah tulisan.
§ Stages collaborative writing
Ada
beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam collaborative
writing. Menurut Hyland (2009:81): prewriting,
writing, editing, rewriting dan publication.
Prewriting,
dalam tahapan ini peserta collaborative
writing akan melakukan teknik untuk mendapatkan ide-ide kreatif sebanyak
mungkin dalam kelompok (brainstorming). Selanjutnya merencanakan sebuah tulisan
dengan membuat beberapa poin gagasan dari topik yang mereka pilih.
Writing,
dalam tahapan ini peserta collaborative
writing akan melakukan penyusunan atau drafting.
Peserta menyusun konsep-konsep yang telah dipilih kedalam tulisan.
Editing,
dalam tahapan ini terjadi proses peer
editing dimana peserta didik akan saling mengoreksi tulisan teman sejawat
mengenai kalimat yang tidak efektif, kesalahan dalam paragraph dan sebagainya. Selanjutnya
perkuat pernyataan dengan beberapa bukti yang relevan.
Rewriting,
dalam tahapan ini peserta collaborative
writing mengidentifikasi fokus dan struktur penulisan, kemudian merevisi
atau memperbaiki tulisan yang bertujuan supaya lebih baik dari revisi
sebelumnya. Tahapan ini diangap sukses apabila menerapkan feedback dari hasil diskusi kolaborasi.
Publication,
dalam tahapan ini ditandai dengan proofreading.
Peserta harus merapikan tulisan dan menilai hasil akhirnya serta selanjutnya
mempublikasikannya.
§ Text types
Jenis
teks yang bisa digunakan dalam kolaborasi menulis tidak hanya faktual teks
yaitu teks yang berisi informasi,
instruksi atau membujuk dengan memberikan fakta-fakta dan informasi saja, tetapi
juga bisa digunakan dalam literary teks yang biasa dipakai oleh para penulis
pemula.
Sebagai
penulis harus cermat ketika memilih jenis teks yang kita gunakan dalam tulisan.
Ketika menulis catatan harian harus tahu teks apa yang harus digunakan formal
atau informal. Hal ini penting untuk memberi rasa nyaman dan maksud yang jelas
kepada para pembaca.
§ Degrees of involvement of reviewer
Seorang
kolaborator harus cermat menilai setiap tulisan yang dibaca. Jangan sampai
seorang kolaborator melakukan tindakan yang semena-mena terhadap tulisan orang
lain. Sebagai seorang kolaborator harus mempunyai pengetahuan yang lebih
tentang aturan dalam menulis. Dalam hal ini penting agar tidak terjadi
kesalahan dalam menilai tulisan dan juga ini bisa mencegah kemungkinan tindakan
penjiplakan yang akan terjadi.
Penjiplakan
(plagiarisme) adalah pencurian gagasan, ide, kata-kata, atau hasil penelitian
orang lain dan menyajikannya seolah-olah sebagai hasil dari karya sendiri.
Sudah seharusnya seorang pendidik menjauhkan diri dari sikap penjiplakan.
Karena penjiplakan subtansinya adalah proses pembodohan dalam sebuah
pendidikan. Bukan saja menjadi kejahatan akademik yang serius, tetapi juga tindakan
ini sudah melawan hukum.
Menurut
Neville (2010) dalam “The Complete Guide
to Referencing and Avoiding Plagiarism” mendefinisikan plagiarisme sebagai
tindakan mengambil ide atau tulisan orang lain tanpa menyebutkan dan diklaim
sebagai miliknya sendiri. Anehnya tindakan seperti ini masih sering dilakukan
oleh para peserta didik, guru maupun dosen di Indonesia. Padahal tindakan
seperti ini termasuk tindak kejahatan yang sudah jelas hukumannya.
Menurut
pak Chaedar dalam buku Pokoknya Menulis. “Akhir tahun 2004 media massa kita
ribut melaporkan kasus penjiplakan yang dilakukan oleh seorang pejabat tinggi
negara. Di negara lain, kesalahan ini sudah cukup untuk memaksanya lengser dari
jabatannya” (2005:185). Kejadian ini menggambarkan bahwa bobroknya mental
pejabat Negara yang mempunyai gelar pendidikan tinggi tetapi masih minim dalam
keterampilan menulis. Perlu adanya paradigma baru yang diciptakan untuk
mengatasi persoalan pendidikan yang seperti ini.
§ Evaluation (fomative vs summative)
Pak
Chaedar dalam bukunya yang berjudul ”Pokoknya Menulis” menyebutkan bahwa dalam
aktivitas menulis lebih efektif menggunakan kolaborasi. Menurut
pak Chaedar (2013:6) mahasiswa mesti dipandu lewat lorong panjang, berliku, dan
kadang gelap- gulita. Dalam hal ini berarti secara tidak langsung beliau
menggunakan formative evaluation
(nilai proses), sebab jika beliau berbicara kolaborasi namun beliau menggunakan
summative evaluation (nilai akhir),
ini sangat kontras dengan apa yang beliau lakukan dengan teknik kolaborasi ini.
Dalam
hal ini berarti ketika menulis yang harus diperhatikan oleh pendidik adalah
prosesnya, karena menulis bukan diukur dari hasil tulisan namun bagaimana cara
dan prosesnya dalam menulis. Jika peserta didik menggunakan summative evaluation maka peserta didik
hanya akan terfokus pada hasilnya saja. Bisa saja ia menyalin tulisan yang
memang sudah bagus. Oleh karena itu formative
evaluation akan lebih baik karena bisa memupuk kemampuan pada diri penulis
pemula ini.
Kesimpulan
Dari
ketiga poin besar diatas yang merupakan hasil pembahasan dari buku yang
berjudul “Pokoknya Menulis” dapat disimpulkan bahwa:
Collaborative writing
merupakan cara atau solusi yang cukup efektif untuk dikembangkan dalam
pendidikan menulis di Indonesia. Dengan mengetahui Philosophy, techniques, stages, text types (typlogy of texts), degrees
of involvement of the reviewer and evaluation (fomative vs summative).
Penulis akan mendapatkan hasil yang memuaskan atas karya tulisnya. Dalam collaborative writing banyak
kelebihan-kelebihan yang didapatkan oleh para peserta didik. Akan tetapi
disamping kelebihan-kelebihan itu ada beberapa kekurangan dalam collaborative writing ini yang harus
diperbaiki.
Untuk
menjadi penulis yang profesional peserta didik tentunya harus banyak membaca
berbagai sumber bacaan untuk lebih membantu dalam kegiatannya sebagai penulis.
Membaca kritis merupakan keharusan yang wajib dilakukan oleh penulis sebagai
bentuk partisipasi penulis dalam membaca. Menurut Burns
(1996:278) membaca kritis adalah mengevaluasi materi tertulis, yakni
membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang diketahui
dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, dan kesesuaian. Dengan ini maka
pembaca harus harus aktif dalam menilai setiap bacaan.
Salah
satu yang menjadi penyakit penulis di Indonesia adalah masih maraknya tindakan
penjiplakan yang dilakukan oleh peserta didik, guru dan dosen. Menurut pak Chaedar
dalam buku Pokoknya Menulis. “Akhir
tahun 2004 media massa kita ribut melaporkan kasus penjiplakan yang dilakukan
oleh seorang pejabat tinggi negara. Di negara lain, kesalahan ini sudah cukup
untuk memaksanya lengser dari jabatannya” (2005:185). Ini menunjukan bahwa kaum
intelektual di Indonesia masih minim dalam keterampilan menulis.
Komentar
Posting Komentar